Saya
Stress dan Bosan. Saya Memiliki Emosi Berlebih, dan Merasa Terbebani oleh Anak.
Saya Harus Bagaimana?
“Saya stress dan bosan menghadapi kondisi anak saya.
Saya merasa terbebani oleh anak, saya memiliki emosi berlebih terhadap anak dan
saya takut menyakiti anak-anak saya.” Ini lah sebagian emosi yang dicurahkan
oleh salah seorang klien saya, sebut saja namanya Maya, bukan nama sebenarnya.
Sebagai seorang ibu muda berusia 33 tahun dengan 2 orang anak yang masih
kecil-kecil, rutinitas yang sama setiap hari wajar saja membuat Maya merasa
bosan. “Dulu biasa bisa pergi keluar gampang, sekarang kaga bisa. Misalnya ada
janji sama teman hari ini, kaga bisa pergi karna anak-anak. Pokoknya banyak
kendala karna anak-anak. Karena setiap kali
mau pergi kemana-mana rasanya repot bangett!!” ujar Maya dengan penekanan nada.
Maya juga mengaku saking kesalnya, kadang ia kerap menangis
seorang diri di dalam kamar. Ditambah lagi Maya memiliki kepercayaan yang mengatakan
bahwa anak pertama tidak boleh dipukul. Jadilah meski kesal, Maya tidak berani memukul
anaknya yang pertama. Namun beda ceritanya dengan anaknya yang kedua. Sekedar
informasi, Maya memiliki dua orang anak yang masih kecil-kecil. Anak yang
pertama seorang perempuan berusia 4 tahun, sebut saja Indah, bukan nama sebenarnya.
Sedangkan anak yang kedua seorang laki-laki berusia 2 tahun, sebut saja namanya
Ferry, juga bukan nama sebenarnya.
Maya mengaku sehari-hari semisal ia lagi sibuk di dapur
memasak ataupun mencuci piring, Indah dan Ferry sering kali berantem rebutan
mainan. Apapun mainan yang dipegang oleh Indah selalu saja direbut oleh Ferry. Tidak
hanya itu, Ferry juga kerap kali teriak keras-keras dan berbuat nakal kepada Indah.
Walaupun Maya mengaku sudah seringkali menasihati Ferry namun masih saja Ferry
terus berbuat nakal seperti memukul, ataupun merebut mainan kakaknya, Indah. Melihat
Indah yang kerap kali seperti anak yang tak berdaya, dipukul adiknya dan sama
sekali tidak membalas, terkadang membuat Maya kesal dan hilang kesabaran
sehingga tak kuasa untuk tidak memukul Ferry. “Habis adiknya dikit-dikit mukul, teriak-teriak.
Yang kesatu khan kaga pernah mukul adiknya” ujar Maya. “kerjaan belum selesai,
mereka sudah berantem. Aku jadi pusing dengerinnya. Dengerin mereka tiap kali
berantem tuh aku pusing. Jadi sebener kerjaan rumah VS anak-anak deh yang bikin
aku pusing” keluh Maya.
Maya mengaku meskipun di kepala dan pikirannya ia tahu memukul
anak itu salah, tapi tetap saja kadang ia merasa tak kuasa untuk tak memukul Ferry
saking kesalnya. Padahal Maya sebenarnya sudah sering mengikuti seminar parenting
dan tumbuh kembang anak, tapi tetap saja hal tersebut seperti tak kuasa membantunya
untuk tidak berteriak ataupun memukul Ferry, meskipun ia tahu hal itu salah dan
tidak bagus untuk perkembangan anak.
Dengan alasan itu pula akhirnya Maya memutuskan untuk
datang ke saya karena ia takut perbuatannya seperti memukul dan teriak-teriak
akan membuka luka batin yang baru bagi anak-anaknya terutama Ferry. Sepertinya
ini merupakan problem yang serius jika bahkan Indah sendiri sampai mengganggap
Maya tidak sayang dengan Ferry. Padahal kepada saya Maya mengaku sebenarnya ia
lebih sayang dengan Ferry ketimbang Indah. “Sebener sayang sama Ferry” ujar
Maya dengan nada tulus dan mata sendu mendayu, “Tapi sering gangguin kakaknya, jadi aku
kesal.” sambung Maya kemudian dengan nada kesal.
Jadi di satu sisi, Maya tak ingin menambah luka batin
baru bagi anak-anaknya. Namun di sisi lain, Maya juga merasa ribet dengan
adanya anak-anak dan hidupnya terasa menjadi tidak menyenangkan sehingga gampang
emosian. “Pokoknya saya merasa tidak nyaman bersama anak-anak, terutama Ferry”
ujar Maya.
Setelah jelas akan masalah yang mau diselesaikan
melalui hipnoterapi, Maya pun diberikan penjelasan mengenai apa itu hipnoterapi
yang sebenarnya dan gambaran besar akan seperti apa proses terapinya. Singkat
kata Maya pun dibimbing untuk mengalami kondisi rilexasi yang dalam dan
menyenangkan. Cukup mudah bagi saya untuk bisa membawa Maya masuk ke kondisi
rilexasi yang dalam dan menyenangkan karena Maya memiliki tekad yang kuat untuk
bisa keluar dari masalahnya. Memang itulah salah satu syarat utama untuk bisa
menjalani hipnoterapi yakni klien memiliki niat kuat dari dalam dirinya sendiri
untuk bisa keluar dari masalahnya.
Di dalam proses terapi berhasil diketemukanlah akar masalah penyebab
Maya memiliki sikap emosian dan tidak nyaman dengan anak-anaknya. Ternyata problem
itu berawal 5 tahun yang lalu, saat Maya yang berusia 28 tahun, sedang di ruang
tunggu Rumah Sakit, menunggu anaknya Johan, bukan nama sebenarnya, yang masuk
Rumah Sakit karena dehidrasi dan panas tinggi. Ternyata jauh sebelum Indah
lahir, Maya telah memiliki seorang anak bernama Johan yang notabene adalah
kakak Indah. Namun sayangnya hanya dalam hitungan hari sejak menderita
dehidrasi dan panas tinggi di usia 7 bulan, Johan meninggalkan dunia untuk
selama-lamanya. “Kepergian” mendadak Johan sebagai anak pertama dan
satu-satunya saat itu bagi Maya ternyata tidak hanya membuatnya shock namun
juga menorehkan duka dan luka yang sangat mendalam di hatinya.
Kejadian traumatik itu ternyata membuatnya memiliki
emosi sedih dan marah yang mendalam, yang terus tersimpan dalam hatinya dan
terbawa hingga sekarang, tanpa ia sadari. Meskipun 5 tahun sudah berlalu namun ternyata
semua emosi sedih dan marah yang ia rasakan saat kehilangan anaknya yang
pertama, Johan, kini timbul setiap kali ia melihat anak bungsunya, Ferry. Kok bisa
begitu? Karena pikiran bawah sadar persis seperti anak umur 8 tahun yang
diangkat menjadi raja. Bayangkan seorang anak 8 tahun yang diangkat menjadi
raja. Apakah di dalam bertindak ia akan
masuk akal secara logika? Tentu saja tidak. Itu sebabnya di dalam praktek
terapi saya seringkali menemukan akar masalah yang sekilas tampak tidak
nyambung dengan problem yang ingin disembuhkan. Untuk mendapatkan pemahaman
yang lebih jelas mengenai apa itu pikiran bawah sadar bisa klik DISINI. Dan untuk mengetahui lebih
jelas seperti apa proses hipnoterapi yang sesungguhnya bisa klik DISINI.
Dengan tehnik tertentu sayapun membimbing Maya untuk
melepaskan semua rasa sedih, marah dan seluruh rasa tidak nyaman yang ia menumpuk
di hatinya selama 5 tahun ini sehingga ia bisa mengikhlaskan kepergian anaknya
yang pertama, Johan dan melanjutkan hidupnya dengan penuh rasa tenang, bahagia,
penuh sukacita, damai, aman, dan gembira.
Di akhir terapi, Maya juga saya bimbing agar bisa
mengambil hikmah dan pembelajaran dari kejadian yang semula traumatik bagi
dirinya. Kini Maya mengaku hatinya kini merasa tenang, lebih sabar, bijaksana,
menerima, lebih gembira, lebih ikhlas, sukacita, dan damai sejahtera. Hikmah
yang pastinya baru bisa ia sadari di saat luka batin di hatinya telah sembuh
dan hatinya telah kembali tenang, lega dan plong.
Selesai terapi, semua emosi seperti marah, kecewa,
tersinggung, benci, menyesal, frustasi, takut, cemas, sedih, merasa tidak
mampu, posesif dan gagal yang kesemuanya level mentok saat sebelum terapi, kini
telah hilang dan musnah dari dalam hatinya. Yang tersisa kini hanyalah perasaan
gembira, senang, bahagia, damai, ikhlas, dan sukacita.
Update
terkini:
Satu minggu setelah terapi saya kembali menghubungi
Maya untuk mengetahui hasilnya. Maya pun mengakui kini ia merasakan anak-anaknya
menjadi lebih manis, dan hubungan dengan suaminya juga membaik. Meskipun repot
banget dan suara masih tinggi kadang masih ada, tapi Maya mengakui sangat jelas
ada perbedaan baik dari dirinya juga dari anak-anaknya. Hal-hal baik dan
menyenangkan juga mulai mendatangi hidupnya. Salah satunya, Maya mengaku
terkejut dan senang saat tiba-tiba mendapatkan kejutan manis setelah 5 tahun
nikah, baru diajak jalan-jalan nginep di puncak sekeluarga. Suatu kejutan
menyenangkan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sayapun turut senang
mendengarnya.
Beberapa minggu kemudian sayapun kembali menghubungi
Maya untuk mengecek seberapa konsisten hasilnya. Kini Maya mengaku meskipun
kadang kesel masih ada tapi sekarang dibawa
nyantai aja. Meski ada saat nya juga kalo udah capek ngomel-ngomel juga.
Tapi bedanya kini Maya bisa mengendalikan dirinya sendiri. Ia pun mengakui
adanya perbedaan yang jauh membaik antara sebelum terapi dengan sesudah terapi.
Notes:
Maya adalah klien ke sekian yang merasa bingung dengan
adanya perubahan dari orang-orang di sekeliling nya yang menjadi lebih baik,
padahal yang diterapi hanyalah dirinya. Karena kini saat menghadapi orang yang sama,
perasaannya telah jauh membaik. Dan herannya, sebaliknya sikap orang tersebut
terhadapnya juga membaik. Ini sesuai dengan hukum energy. Saat perasaan kita
membaik, energy kita juga membaik, dan energy tersebut ikut mempengaruhi energy
orang-orang di sekeliling kita yang pada akhirnya membuat orang tersebut
sikapnya juga menjadi lebih baik terhadap kita.
Satu lagi yang sering saya tekankan kepada klien-klien
saya adalah meskipun di dalam terapi misal rasa marahnya dihilangkan namun
BUKAN BERARTI lalu setelah terapi klien yang bersangkutan menjadi tidak bisa
marah lagi. Karena yang saya netralkan emosinya adalah emosi negative semisal marah
yang bertumpuk sekian tahun, bahkan sekian puluh tahun yang terus membebani
hati. Ibarat tumpukan sampah, jika puluhan tahun tidak pernah dibuang maka saat
ada sedikit saja penambahan sampah yang baru, maka sampah nya akan mudah
tumpah. Ini menjelaskan kenapa orang dengan beban menumpuk di hatinya maka
orang tersebut jika terkena masalah sedikit saja mudah marah, ngamuk, nangis,
kesal, kalap ataupun sejenisnya lebih dari yang seharusnya.
Namun saat semua sampah-sampah sekian tahun bahkan
sekian puluh tahun tersebut telah selesai dibuang, maka meskipun sampah baru
tetap bisa bermunculan jika tidak dijaga, namun rasanya akan sangat jauh
berbeda. Begitu pula Maya. Adalah normal jika manusia bisa merasakan berbagai
macam emosi semisal sedih, bahagia, marah, kesal, kecewa, dan sebagainya karena
Tuhan memang menciptakan manusia lengkap dengan berbagai emosinya baik positif
ataupun negatif. Yang tidak wajar adalah jika masalahnya kecil namun marah,
sedih, ataupun kesalnya banyak dan berlebihan. Bagaimana menurut Anda?
#ImelHipnoterapis
#SayaAWGI
#SayaAWGI
wanita rentan stress, gue korban jadi trauma disorder.. pdhl saya ga ngapa -ngapain bisa dikatakan stabil, tapi umumnya kenapa orang stabil justru jadi korban digangguin sama orang emosi yang naik turun (mood swing) (pengalaman pribadi hidup jadi ga tenang)
BalasHapusBetul mba. Saya banyak sekali menangani dan menyembuhkan wanita2 stress terutama ibu2. Ditambah lagi kita tidak bisa mengendalikan hidup dan perilaku orang lain. ... kita hanya bisa mengendalikan diri sendiri. Itu sebabnya penting bagi kita saat menjadi korban seperti mba... untuk segera mencari dan mencabut akar permasalahannya... mengambil hikmah pembelajaran dr setiap kejadian sehingga kita jd org yg lbh baik....meskipun kejadian nya tidak enak... serta memaafkan. ... jika mba mengalami kesulitan, mintalah bantuan profesional 😊
BalasHapus